Tolong ya, ini bukan BLOG!

Tulisan saya kemarin yang cerita cerita kalau saya selalu ngerasa kerepotan tiap Galungan, memang kesannya gak mensyukuri hari raya agama saya sendiri. Tapi semua itu hanya perasaan sebelum hari puncaknya (tiap Rabu) terjadi. Kalau hari rabunya sudah datang, semua akan terlewati juga. Sesuai, atau enggak sesuai dengan ekspektasi, Galungan terlewati juga.

Mungkin tidak seperti kawan - kawan lain yang merayakan hari raya besarnya seperti momen sekali ssetahun yang sangat ditunggu - tunggu. Galungan sangat menguras energi saya karena banyak kegiatan diluar kebiasaan dan zona nyaman saya. Karena sekali lagi saya tegaskan, saya orangnya lemah, pemalas, sekaligus introvert. Makin lengkap sudah.

Walaupun begitu, saya tetap menjalani Galungan tanpa perasaan terpaksa kok, apalagi harus merusak hari orang lain. Semua pekerjaan, semua tugas, saya selesaikan. Semua berkat kerjasama orang rumah yang membantu saya. Kami saling membantu.

Penjor berhasil berdiri. Banten (orang non-Hindu/luar Bali mengenalnya dengan sesajen) dan kelengkapannya sudah dihaturkan tanpa kekurangan. Sembahyang ke keluarga Ibu juga sudah dilakukan. Bahkan sempat ngajak jalan - jalan anak - anak sekaligus beliin mereka mainan. Kebetulan di Bali bila Galungan maka siswa akan diliburkan selama dua minggu.

Jadi, tulisan ini saya rasa penting untung saya buat agar tidak ada yang salah kaprah. Isi pikiran saya yang kemarin harus saya salurkan. Dan blog iniu adalah media saya. Saya rasa saya berhak memilih media untuk menyalurkan pikiran. Dan dengan menuliskannya, saya terhindar dari menyalurkan isi pikiran ke tindakan negatif yang membuat saya menyesali perbuatan saya di masa depan. Meski saya bilang Galungan itu merepotkan, tapi saya tak membencinya. Karena sebagai Hindu Bali, Galungan adalah bagian dari hidup saya. Bahkan bagian dari diri saya. Saya gak bisa terlepas darinya. dan akan tetap saya lakukan semasih raga, jiwa, dan pikiran ini masih diijinkan untuk saya pergunakan.