TUHAN BERCANDA LAGI, KALI INI TERHADAP JADWAL SAYA


Tuhan Maha Bercanda? Yes. That's right. Betul sekali.

Bukan Tuhan Yang Maha Esa namanya kalau gak suka bergurau dengan saya.

Ia menakdirkan saya berangkat ke Buleleng menggantikan teman kantor yang berhalangan, di hari yang sama ada upacara adat yang WAJIB saya hadiri di kampung yang juga di Buleleng.

Kayanya Tuhan pengen umatnya yang lembek, pemalas, dan gampang ngantuk ini berjuang sampai batas kemampuan. Karena kalo jadwalnya kaya gini, saya harus ikut upacara paginya, lalu siangnya melaksanakan tugas kantor.

Yang saya takutkan adalah ngantuk. Entah itu ngantuk di jalan, atau ngantuk di kampung yang akhirnya bikin saya batal melaksanakan tugas yang dikasi kantor.

Bukan sok disiplin atau sok mencintai pekerjaan. Masalahnya, saya sudah dibayar untuk melakukan pekerjaan ini, dan uangnya udah abis saya pake. Jadi kalo saya batalin, saya gak punya uang lagi untuk bayar ganti rugi.

Seakan puas bikin saya pusing, Tuhan mengubah cara bercandanya. Setelah menkonfirmasi orang di kampung lewat ibu saya, ternyata hari-H upacaranya beda satu hari dengan hari saya tugas kantor. Lumayan, saya gak harus banting tulang dalam satu hari.

MEMBERI SUMBANGAN DENGAN WAJAH YANG MARAH


Di Bali, sehabis memasak, kami akan melakukan Yadnya Sesa (ngejot). Salah satu jenis yadnya (sedekah/ pengorbanan suci yang tulus ikhlas) berupa nasi dan lauk ditata di atas potongan - potongan kecil kertas atau daun yang bersih dan baru. Lalu kami haturkan ke sanggah, dan tempat - tempat lainnya. Seperti di pekarangan, sumber air, kompor, dll. Selengkapnya soal Yadnya Sesa bisa dibaca di SINI.

Waktu masih sekolah, saya sering dapat tugas ngejot. Sekarang masih saya lakukan ketika pas lagi ada di rumah jika memang belum ada yang melakukannya.

Hal yang ditanamkan ibu kepada anggota keluarga yang lain saat ngejot adalah jangan melakukannya dalam keadaan hati yang marah. Namanya anak kecil, pasti sering ngerasa males. Atau pas puber, mulai pengen bebas dan gak suka diatur - atur.

Gak jarang ketika dulu ibu nyuruh saya ngejot, saya lakukan dengan perasaan terpaksa dan marah. Gak ikhlas pokoknya. Hanya saja karena takut karma, karma melawan ibu dan karma karena lalai melakukan kewajiban agama, saya tetap ngejot.

Ajaibnya, kecelakaan selalu saja terjadi kalo saya ngejotnya tidak ikhlas. Persembahannya tumpah, saya kesandung, kesenggol, bahkan sampai terjatuh.

APA YANG TERJADI DI FACEBOOK, BELUM TENTU SAMA DENGAN KEADAAN ASLINYA


Memantau status gunung Agung dari sosmed itu sangat gak menyenangkan. Cemas dan panik bercampur jadi satu. Makin lama memantau facebook, perasaan makin ga tenang. Saya mungkin aman di Denpasar, tapi ibu, bapak, nenek, dan banyak keluarga dari ibu saya ada di Karangasem.

Ketahuilah wahai kawan - kawan, apapun yang kalian tulis atau share di facebook di saat gawat seperti ini, hanya akan memperkeruh keadaan. Bahkan jika kalian membuat status berdoa, itu hanya bikin info - info penting dan bermanfaat malah tenggelem.

Paling bener ya berdoa, kalo emang punya keluarga di Karangasem langsung hubungi, sisanya share info dari akun - akun resmi pemerintah atau instansi terkait. Karena bagi kami - kami anak kos yang gak punya TV, hanya media sosial sumber berita kami. Sebarlah berita dari media atau instansi yang terpercaya. Kalo ragu, periksa lagi sumber pemberi berita. Kalo ga bisa periksa, jangan disebar! Jangan malah jadi kaya orang yang gak kesampean jadi wartawan tapi masih ingin jadi yang terdepan dalam mengabarkan.

Soal berdoa di facebook. Ketika manusia mulai mendewakan jumlah like, maka doa - doa pun dipanjatkan di media sosial.

Jangan - jangan tuhan di surga sana bingung kenapa tak ada doa yang sampai kepadanya secara langsung padahal sebentar lagi dia mau ngasi musibah. Lalu malaikat ngasi tahu,"Coba Tuhan cek notif facebook."