JANGANKAN MENETESKAN KERINGAT, MEMERAS DARAH PUN SAYA SIAP DEMI INI

Minggu lalu ketika weekend hampr berakhir, saya kira itu adalah kali terakhir saya akan mengalami weekend paling abnormal dalam hidup saya. Weekend yang semestinya saya pakai istirahat mumpung dapat libur selama tiga hari, malah jadi akhir pekan tersibuk dan terberat dalam yang pernah saya jalani.

Adik saya menawari pekerjaan yang bisa saya ambil tanpa harus meninggalkan pekerjaan di kantor lama. Saya tanpa ragu mengiyakan tawaran ini. Dua kali saya pernah menolak tawaran kerjanya, dan saya menyesal. kala itu saya masih naif. Belum punya tanggungan sehingga masih ambisius. Masih idealis. masih pengen berhasil di jalur yang saya sukai dan saya kuasai. Sekarang jangankan memeras keringat, darah pun akan saya tumpahkan. Anak saya banyak.

Apapun yang bisa menambah aliran cash flow keluarga saya akan saya ambil. Sakit, capek, penderitaan akan saya tahan. Andai dulu saya tidak menolak tawaran - tawaran dari adik saya, mungkin jalan cerita kami akan berbeda. Atau mungkin semua itu memang harus terjadi agar saya bisa ambil pelajaran dari saya. Sehingga sekarang saya menjadi ayah dan suami yang lebih baik.


Saya pernah bekerja sekeras seperti beberapa hari belakangan ini. Tapi kondisinya sekarang jauh berbeda. Usia, kondisi kesehatan, dan budaya kerjanya sangat tak sama. Dulu saya harus pulang malam agar dapat tambahan dari lemburan. Sekarang saya pulang malam karena memang keadaan. Kerjaannya memang baru bisa diselesaikan hingga malam. Itupun sudah kejar - kejaran.

Dulu kerjanya masih bisa berteduh, masih bisa sambil minum, bahkan makan siang. Sekarang beli minum untuk bekal di lapangan pun tak sempat saking dikejar waktu. Alhasil kerja dari subuh hingga malam bisa sama sekali gak minum. Apalagi makan siang. Jangankan minum, berteduh pun tak bisa.

Setiap perjalanan ke rumah rasanya mengharukan sekali. Lega banget karena akhirnya hari itu selesai juga. Saya pernah OSPEK, punya boss killer, atau bekerja dengan teman toxic. Semua gak seberapa dibanding apa yang saya alamin sekarang. Sering saya diam dulu di dagang pecel lele hanya beli teh hangat saking dehidrasinya. Atau ke Alfamart beli minuman dingin kalau ngerasa lagi butuh yang manis - manis. Sambil bengong dan merenung. Gini banget nyari uang. Gini banget capeknya ngumpulin rejeki.

Dilihat dari luar, saya tampak sedang berjuang. Tapi dari dalam, saya gundah. Sampai kapan saya bisa bertahan? Sampai kapan kerja seperti ini bisa menolong saya? Apakah jalan ini bisa membantu saya mencapai tujuan?

Tapi keadaan saya sekarang adalah pilihan terbaik yang saya punya. Ironis memang. Makanya, belajarlah. Kuasai banyak hal, jangan membuat musuh. Banyaknya koneksi akan membukakan banyak pintu rejeki. Dan bila tak tahan dengan capeknya belajar, di masa depan kalian harus menahan sakitnya kebodohan (seperti saya). Ambil pilihan - pilihan yang susah, maka hidup kamu akan mudah.


Karena bodoh dan tak berbakat, harus berjuang sekeras ini. Pengen nangis tapi air mata menolak keluar. Mungkin alam bawah saya sadar bahwa saya punya memori. Ingatan tentang menjadi saksi perjuangan orang - orang. Yang jauh lebih dulu, sejak dini mengerti, pentingnya punya uang. Mereka yang dalam sehari mengambil tiga pekerjaan berbeda. Mereka yang bekerja dari subuh, hingga malam hari. Sambil kuliah. Bila saya berhasil bertahan sekarang, saya akan bisa setara dengan mereka. Perjuangannya. Keberhasilannya.

0 bukan komentar (biasa):

Post a Comment

Jangan lupa cek twitter saya @tukangcolong
Dan channel YOUTUBE saya di
SINI