ISTRI DIBERI CAP ANGKUH

Senang sekali mendengar banyak kerabat dan saudara mau membantu saya dan istri menjemput anak pulang sekolah. Awalnya saya dan istri berencana menmeput anak bergiliran setiap harinya selama seminggu. Dengan resiko, bila tiba giliran saya, saya akan siang sampai ke kantor. Bila giliran istri saya, istri akan sangat malam pulang dari kantor.

Pekerjaan kami mungkin akan terganggu oleh hal ini. Tapi ini sudah kami pikirkan, dan resikonya sudah siap kami ambil. Ini jalan tengah dimana semua bisa adil dan berimbang. Anak tidak terlalu dikorbankan dari segi kualitas pendidikan yang Ia dapatkan, kantor pun masih bisa mentoleransi keterlambatan kami.

Dengan bantuan kerabat dan keluarga, tentu akan sangat meringakan beban kami untuk ijin dari kantor. Saya dan istri senang bisa jemput anak. Kami biasanya tetap nungguin anak di luar pagar, hanya untuk melihat Nayaka main dan belajar. Nemenin dia, setidaknya untuk melihat perkembangannya. Tapi semua harus sama - sama jalan agar tiap kebutuhan bisa tercukupi. Nemenin anak, dapet. Mencari nafkah juga tetep jalan.

Namun memasuki minggu kedua anak kami sekolah, kami putuskan tidak lagi meminta bantuan orang untuk menjemput Nayaka. Kecuali kakek atau neneknya. Karena keluhan mulai datang. Mungkin kerabat kami menawarkan bantuan untuk sekali dua kali saja. Kami malah memintanya lebih dari itu. :))

Akhirnya yang kami dapatkan adalah respon yang tak tulus. Ibu saya yang melihat langsung sikap yang kurang menyenangkan itu. Saya dan istri sudah di kantor. Mungkin mereka mulai merasa terpaksa. Istri saya dibilang angkuh. Ibu saya tidak melanjutkan lagi apa maksud angkuh disini.

Bagi saya, mungkin maksudnya istri saya angkuh menyekolahkan anak jauh dari rumah, padahal keadaan tidak memadai. Atau, harusnya anak saya langsung SD saja kalau memang tidak ada TK yang dekat rumah. SD di rumah saya tidak mewajibkan TK, btw.


Tapi saya dan istri punya pertimbangan sendiri. Seperti yang saya tuliskan di atas. Sejak awal kami memang tidak ada rencana melibatkan siapapun dalam mengantar dan menjemput Nayaka. Kami cuma minta tolong ibu saya jagain adik - adiknya selama kami pergi. Kesalahan kami adalah tidak tahu diri sehingga minta tolong terlalu sering kepada orang lain.

Interaksi anak kami dengan orang lain sangat kurang. Membuat mereka tak terlatih dalam bersosialisasi. Makanya kami segera masukkan ke TK. Selain karena memang umurnya, juga agar anak - anak kami bisa keluar rumah, dan bertemu orang luar (orang asing). Biar gak jenuh di rumah terus.

TK disini memang jauh - jauh. Kemana pun saya daftarkan TK, memang harus ada yang menjemputnya. Kalau kami egois, memaksakan diri walau tak mampu, anak kedua kami pun akan kami masukkan playgroup biar ada temen main dan dapet udara luar.

Lalu kenapa istri yang dibilang angkuh, dan bukan saya, atau sekalian kami berdua? Karena sudah terkenal kalau biaya di rumah sebagian besar dari istri. Mereka menyimpulkan, karena hal itu makanya istri yang lebih banyak ambil keputusan.


0 bukan komentar (biasa):

Post a Comment

Jangan lupa cek twitter saya @tukangcolong
Dan channel YOUTUBE saya di
SINI