USAI SEMBAHYANG TENGAH MALAM, GATA AKHIRNYA MAU TIDUR

Makin hari makin banyak saja kewajiban yang harus diselesaikan. Makin kesini makin sedikit waktu untuk bersantai. Musti pinter - pinter memanfaatkan kesempatan. Dari mencari pekerjaan baru (tapi beberapa tempat tapi ada yang kelihatannya penipuan, kejauhan, dan skill saya tidak disana), mempersiapkan segala keperluan konten film, kerjaan di kantor (terus dapet kerjaan baru), kebutuhan anak - anak (rencananya nyari tahu di youtube apa yang harus dipersiapkan bila anak sudah mau TK?). Saya berharap masih bisa menyelesaikan semuanya.



IDE MENULIS BERBANDING TERBALIK DENGAN KESEMPATAN MENULIS

Lagi duduk depat laptop. Kesempatan nulis terbuka lebar, tapi semua ide malah lenyap. Topik - topik tulisan beterbangan di kepala, tapi hanya satu dua kalimat. Otak lagi gak bisa dipakai untuk mengolahnya menjadi setidaknya 3 paragraf penuh. Terlebih lagi, kerjaan sudah menunggu. Tapi bagaimana mungkin saya melewatkan menulis yang sangat langka ini.

Di rumah, saya hanya bisa menulis di pagi hari. Malam hari terlalu lelah; sore hari adalah waktu bermain sama anak; pagi dan siang kalau hari biasa saya kerja, kalo libur jadi waktu bersama anak.

Di pagi hari, slot yang tersisa untuk menulis, seringkali juga gagal saya manfaatkan. Ketiduran atau tidur lagi setelah terbangun adalah penyebab pertama, penyebab kedua adalah tempat buka laptop yang tidak ada.

TIDAK MENYANGKA EFEK MECARU SEBESAR INI

Acara Mecaru di rumah Karangasem selesai kemarin. Saya tak menduga efek after ceremony bakal seberkesan ini.

Padahal yang berjuang paling keras adalah ibu saya. Mempersiapkan semua perlengkapan, bahan, mengkordinasikan agar semua berjalan sesuai rencana. Yang kedua adalah istri saya, Dwi. Dia yang kebiasaan tidur barengan sama anak - anak paling telat jam 10 malem dan bangun paling cepet jam setengah 7 (barengan juga sama anak - anak), sering saya lihat begadang bikin perlengkapan upacara malemnya.

BAHKAN BERSEDIH PUN TIDAK SEMPAT

Bila Tuhan tidak memberikanmu kesempatan untuk menangis, mungkin memang hal itu ga layak untuk ditangisi. Mungkin di depan sudah disiapkan lebih banyak lagi kesempatan yang lebih besar untuk kita raih.

Memang tidak mudah. Perih rasanya. Bila tertusuk duri, atau terbetur sesuatu, kita akan berhenti dulu. Memeriksa lukanya, mencoba mengurangi sakitnya, dan menunggu pedihnya reda, baru bisa melanjutkan hidup kembali. Tapi itu bila yang terluka adalah fisik.

Bila hati, mental, dan batin yang terluka, akan lebih susah untuk sekedar berhenti untuk diam sebentar dan meratapi kesedihan setidaknya hingga sakitnya reda. Dunia tidak akan memaklumi perasaan kita. Semesta tidak akan berhenti hanya untuk memahami apa yang kita rasakan. Kita yang harus kuat dan bertahan.