ISTRI LEBIH BANYAK BERKORBAN DARIPADA SUAMI

 

Lingkungan kantor saya sangat berkompromi kepada bawahan. Asal alasannya jelas, staf masih bisa sesekali ijin atau terlambat. Sedangkan istri saya aturan perusahannya lebih tegas serta lingkungan kerja yang lebih keras. Saling sikut dan singkir - menyingkirkan sangat kejam dan frontal.

Meski begitu, istri saya tidak peenah bisa datang on time. Jam setengah tujuh saya harus meninggalkannya bersama anak - anak yang belum bangun. Sedangkan dia setidaknya jam delapan harus sudah berangkan bila ingin sampai tepat waktu ke kantor. Hal itu sulit dilakukan karena anak - anak biasanya bangun jam tujuh pagi. Setelah bangun, nyawa anak - anak belum ngumpul semua. Kalau gak rewel, biasanya lemes. Yang pasti gak bisa ditinggal.

Dari situ saja sudah makan waktu 30 menit. Belum lagi nyiapin sarapan anak - anak dan nemenin mereka makan. Istri saya tidak akan keburu untuk siap - siap ke kantor.

Pada akhirnya Ia baru berangkat jam sembilan kurang. Disaat Ia semestinya sudah tiba di kantor. Seringkali Ia terpaksa mandi di toilet kantor. Sesuatu yang saya tidak suka. Istri harusnya mandi di tempat yang lebih proper. Bisa datang secantik teman - temannya yang lain. Namun keadaan ini harus saya terima. Mau bagaimana lagi.

Selama dua kali hamil pun istri saya tidak pernah rewel. Entah dia tahan atau memang tidak punya keinginan yang sangat, selama ngidam Ia tidak pernah merepotkan saya. Orang sekeliling saya sampai menyalahkan kami ketika anak - anak kami lahir dan besar dengan jumlah liur yang banyak. Katanya kami tidak memenuhi ngidamnya anak - anak saat masih dalam kandungan.

Selama hamil, istri saya masih bekerja seperti biasa, dalam tekanan kantor yang sama beratnya seperti saat sebelum hamil, disaat teman - temannya harus mendahului mengambil cuti hamil karena kondisi mereka mulai drop saat memasuki hamil tua. Istri saya berusaha tetap bertahan demi cuti hamil yang utuh agar bisa dimaksimalkan saat anak kami telah lahir. Untungnya anak - anak kami lahir dan tumbuh dengan sehat dan selamat.

Selama hamil, dengan tubuhnya yang kecil, Istri saya berjuang menahan ketidaknyamanan yang Ia alami. Rasa mual, lemes, sakit di bagian tulang - tulang, proses melahirkan, hingga menyusui. Bahkan saat menganduk anak kedua, dia tetap mengurus si sulung. Menggendong tanpa mengeluh sedikit pun.


Istri saya lebih banyak berkorban daripada saya. Makin kesini, saya makin bergantung kepadanya. Semua rencana sudah Ia atur. Saya sudah tinggal terima beres.

Dan jangan lupakan pengorbanan dia yang harus meninggalkan zona nyaman di rumahnya bersama orang tua dan keluarga untuk ikut saya.

0 bukan komentar (biasa):

Post a Comment

Jangan lupa cek twitter saya @tukangcolong
Dan channel YOUTUBE saya di
SINI