AKU, ISTRIKU, DAN ANAK KAMI SAMA - SAMA BERJUANG.

 

Kita sama - sama berjuang. Perjuanganku paling ringan. Melawan rasa malas dan hasrat untuk menunda. Sehingga deadline yang sudah bos berikan segera ku selesaikan. Tak perlu lagi mencari alasan kenapa laporannya tak kunjung usai, atau berbohong kalau laporan sudah dikirim ke divisi lain padahal sama sekali belum ku buat.

Perjuanganmu lebih berat. Membawa beban tambahan di perutmu. Nyawa baru yang Tuhan percayakan lagi untuk kita rawat dan kita jaga sehingga tumbuh jadi manusia yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. Dia pun tengah berjuang. Bertahan dari tiap guncangan saat kamu di jalan, atau ditindih bahkan disundul kakaknya.

Perjuanganmu memang berat. Langkahmu mulai tak nyaman. Dari beberapa bulan badanmu terasa sakit - sakit. Dan tekanan kantor yang semakin besar di masa pandemi seperti ini. Atasan yang makin menuntut, dan oknum - oknum yang dalam usahanya menjilat orang yang lebih tinggi tak segan - segan mengorbankan yang lain. Yang suatu saat akan mendepak kamu. Mereka sedang menunggu momen.

Aku sadar betapa beratnya kamu berjuang dan menahan semua ini. Kamu jalani dengan bahagia. "Asal sama kamu dan anak - anak", katamu. Tapi aku tahu rasa sakitmu. Pedih yang kamu tahan. Dengan cinta, semua kamu jalani seakan tak terjadi apa - apa.

Semoga kamu selalu selamat. Bersama anak kita yang sedang kamu bawa dalam perutmu. Bertahanlah sebentar lagi. Jadilah semakin kuat. Semakin cepat, cekatan, bisa diandalkan, menjalankan tugas penuh tanggung jawab, dan melaksanakan tugas sesegara mungkin tanpa menunda.

Tapi ada satu lagi anggota keluarga kita yang tengah berjuang. Nayaka.

Kini dia tengah aktif - aktifnya. Masih lucu, tapi gak selucu saat dia baru bisa belajar jalan. Kini dia sudah lincah. Sudah pintar ngomong. Dan tangannya gak bisa diem. Tadi saja aku lihat, dia gemas kepada adik sepupunya. Hendak memegang wajahnya, dengan gesit tangan Nayaka ditangkap oleh bibinya. Aku cemas, karena sikap Nayaka, dia menerima tindakan keras saat gak bersama kita. Anak sekecil itu harus melawan dunia yang keras ini. Dunia memaksanya belajar sejak dari kecil sekali.

Aku ragu. Gak ada yang sesabar kamu bila berhadapan dengan dia. Makanya, aku takut sekali, diapain anak kita disana sama neneknya?

Aku tahu, neneknya, ibuku, tak mungkin menyakitinya. Buktinya saja, selama diasuh mertuamu itu minggu lalu, badannya makin berisi, pipinya makin besar, dan ruam di pantatnya sudah tidak separah dulu. Namun kamu pun tahu, prinsip asuh ibu denganku berbeda. Ibu ingin anak kita jadi anak yang sesopan - sopannya, sealim-alimnya, senurut- nurutnya. Seperti aku dulu.

Dan kamu lihat, aku memang jadi anak baik - baik, tapi aku jadi susah bergaul, aku jadi manja, aku jadi pemuda yang tak tangguh. Ketika masuk ke masyarakat, aku tak bisa apa - apa.


Biarkan saja Nayaka memakai tangan kirinya. Agar seimbang kemampuan tangan kiri dan kanannya. Toh jadi kidal bukanlah aib. Malah banyak yang sukses meski mereka berbeda. Kalaupun sampai besar dia memakai tangan kanan, tinggal meminta maaf.

Jangan beri kata negatif seperti 'memang anak nakal', 'anak bandel', dan lainnya kepadanya. Itu akan jadi sugesti untuknya. Bila menyuruhnya, jangan pula memakai kata 'jangan' atau 'tidak'di depan kata kerja atau kata sifat. Dia akan melakukan sebaliknya.

Sayangnya, Nayaka lebih banyak sama neneknya daripada bersama kita. Dia akan mengikuti pola asuh neneknya. Lalu, apa yang harus kita lakukan?



0 bukan komentar (biasa):

Post a Comment

Jangan lupa cek twitter saya @tukangcolong
Dan channel YOUTUBE saya di
SINI