BUAT KAMU YANG BACA INI, TETAPLAH HIDUP.


Setelah beberapa kali meihat beliau sakit, akhirnya, kemarin paman meninggal.

Ia adalah adik dari ayah saya. Ayah saya empat bersaudara. Seorang kakak perempuan, dan dua adik laki - laki. Kini hanya tinggal ayah dan bibi.

Tidak terlalu banyak kenangan bersaa paman saya. Tinggal di perantauan, membuat saya dan keluarga jarang berinteraksi dengan keluarga di kampung. Meski begitu, mengingat - ingat lagi kenangan bersama paman yang sedikit itu, tetap rasanya sedih juga.

Tangannya yang kidal.. Caranya berekspresi saat berbicara isyarat.. Dan suara tawanya.

Beliau sudah sakit sejak beberapa tahun lalu. Ia didiagnosa diabetes hingga gagal ginjal. Keterbatasan bahasa karena paman adalah seorang tunarungu menyebabkan pengobatannya tak maksimal. Mengkomunikasikan tentang metode cuci darah yang harus rutin dia jalani mengalami kendala. Yang Ia tangkap adalah darahnya sedang diambil untuk dijual.

Meski pada akhirnya Ia mau diobati, ada kalanya Ia mengalami fase jenuh. Dan itu sering terjadi.

Beliau juga sulit diminta menjaga pola makan mengikuti anjuran dokter.

Sejujurnya saya merasa masih kurang keras berjuang atas kesembuhannya. Nada - nada miring berdatangan ngasi saran untuk membiarkan keadaan paman saya seperti itu dengan dalih "mungkin umurnya emang sampe segitu". Atau yang rumahnya deket tapi gak peduli secara nyata. Pas sudah begini, berlomba - lomba nunjukan simpati di sosmed. Taik.

Sekarang paman, yang biasa saya panggil dengan 'Pak Kolok (kolok = tunarungu)', udah gak ada. Semoga paman tenang disana. Bisa istirahat yang enak, ketawa - ketawa, punya banyak teman dan dikelilingi oleh banyak kebaikan.

Sakit di kala Corona seperti ini jadi serba sulit. Gak bisa ketemu. Apalagi dalam situasi saya dan keluarga ada beda kabupaten dengan paman di kampung.

Dari rumah, paman dibawa ke RS Buleleng. Dari situ langsung dirujuk ke RS Sanglah karena takut ada indikasi Corona. Di Sanglah, paman hanya bertahan dua hari. Protokol Covid-19 melarang semua anggota keluarga masuk ke dalam. Hanya sepupu saya yang bisa menemani, dan dia otomatis tidak boleh keluar selama 14 hari karena harus dikarantina setelah masuk ke zona merah (rumah sakit penanganan Corona).

Perasaan saya terluka membayangkan di saat - saat terakhirnya tak ada keluarga yang bisa menemani.

Kadang dunia terasa tak adil. Tapi harus tetap harus dijalani. Harus tegar.

Buat kamu yang baca ini dan masih hidup. Apapun pendapatmu tentang Corona, tetaplah hidup.

0 bukan komentar (biasa):

Post a Comment

Jangan lupa cek twitter saya @tukangcolong
Dan channel YOUTUBE saya di
SINI