Yang Katanya Uji Emisi 2015


Kantor ngadain evaluasi kualitas udara perkotaan (EKUP) akhir September lalu, bekerjasama dengan Universitas Udayana (Unud), Dinas Perhubungan, Satpol PP, Kepolisian, dan pihak – pihak lain yang tempatnya kami pinjem dan dimintain listriknya. Sebenernya pengen numpang makan dan mandi juga, tapi dipikir-pikir kok kurang sopan ya? :))

Ada tiga bagian dalam EKUP, yaitu uji emisi, traffic counting (TC), dan roadside. Uji emisi seperti yang semua orang tau (kecuali yang belum tau), petugasnya bakal ngecek kualitas knalpot kendaraan yang melintas. Traffic Counting diambil dari bahasa Kalimantan suku pedalaman. Traffic artinya macet, counting artinya jualan pulsa. Jadi traffic counting berarti menghitung kepadatan pada satu ruas jalan, dan nyatet kecepatan kendaraan yang lewat.

Sedangkan roadside tugasnya ngecek kualitas udara di sepanjang jalan. Dicari jalan yang jauh dari lampu merah atau persimpangan. Karena di daerah-daerah itu kendaraan bakal lebih sering ngerem. Seperti halnya cinta, jalannya terpaksa terhenti karena kedua belah pihak berada di persimpangan.

Ngegas pertama kali setelah motor berhenti atau ngerem akan menghasilkan gas buang yang lebih banyak. Makanya panitia menghindari lokasi-lokasi seperti padat kendaraan atau persimpangan agar udara yang dicek bener-bener mewakili kondisi udara sesungguhnya di jalan tersebut.

EKUP tahun ini diadain di 3 tempat yang sama dengan tahun lalu, cuman geser titiknya dikit berdasarkan hasil evaluasi panitia dari kegiatan tahun lalu. Panitia memilih lokasi EKUP di seputaran Renon, sekitar jalan Sesetan, dan jalan Mahendradata. Di setiap harinya EKUP dilakukan di dua tempat. Satu lokasi untuk uji emisi, lainnya untuk roadside dan TC (lokasi roadside dan TC digabung biar gampang kordinasinya). Kemudian keesokan harinya lokasi EKUP berpindah ke lokasi selanjutnya secara bergiliran selama tiga hari sampai semua lokasi kebagian tempat EKUP.

Mahasiswa teknik mesin Unud bertugas di uji emisi. Diantara mereka ada mahasiswinya, cakep-cakep, dan hot. Bahkan kalo lagi ada mereka, semua AC langsung gak berfungsi saking hotnya mereka. Sebagian lainnya dari Unud bertugas di TC. Disana juga ada mahasiswinya, dan gak kalah cakep. Sedangkan saya jadi kordinator roadside. Mengawasi dua petugas cowo dari laboratorium Jakarta. Kami bertugas di lokasi yang ditentuin selama 24 jam. Udah ngeronda di lokasi, personilnya batangan semua.

Gak kenapa-napa sih kerja sama cowo aja. Cuman takut terjadi cinlok segitiga antara kami bertiga.

Dari pagi kami sudah bersiap-siap di lapangan. Mereka yang dapet bagian di TC udah duduk berpasang-pasangan di pinggir jalan. Ternyata di antara mereka memang ada yang pacaran! Ngiri banget, sumpah! Mereka mojok dengan pasangan, saya terpojok dengan mas-mas laboran.

Lokasi hari pertama, jalan raya Mahendradatta
Ketika hari mulai siang, tim Roadside dan TC neduh di tempat terpisah. Orang di TC layak dikasi gelar antimainstream sejati. Disaat suhu panes, kami yang di roadside menggelepar kepanasan, mereka makin asik pelukan, rangkulan, bahkan PANGKUAN! Jijik banget. Ueek. *lalu menggalau di pojokan*

Setelah mampus dikoyak-koyak rasa iri, saya kembali ke tugas awal saya, sebagai kordinator. Tugasnya berat banget. Gak semua orang bisa melakukan. Dan pekerjaan sebagai kordinator itu penuh resiko. Kantos saya saja langsung memasukkan saya ke 10 asuransi jiwa berbeda ketika memberikan tugas ini kepada saya. Tugas itu adalah: ngabsen tim yang beranggotakan dua orang.

Sebagai kordinator saya juga bertanggung jawab nemenin tim, dalam hal ini tim roadside. Kali aja mereka kurang sesuatu. Asal jangan minta jodoh aja, saya aja masih nyari untuk diri sendiri.

Kordinator gak diwaibkan nemenin tim tidur di lapangan jagain alat. Tapi saya sendiri bertekad nemenin mereka. tekad saya di hari kedua gagal gara-gara ketiduran di kos. Kasian mas-mas laboranny dapet beraneka gangguan. Dari disamperin anak geng motor, sampai digodain bencong yang mangkal deket situ.

Usai melakukan ritual suci sebagai kordinator, saya ke tempat orang TC neduh untuk ngasi absennya. Dari kejauhan saya tidak melihat ketua timnya. Saya langsung cari ke belakang mobil bak yang mereka tumpangi yang terparkir di dekat tempat mereka berteduh.

Anjrit!

Bukannya nemu si ketua tim, saya malah menangkap basah sepasang dari tim TC asik ciuman. Mereka menoleh saya dengan kaget, lalu lanjut lagi ciuman. #LAH

Yatuhaaaan, kenapa hamba harus melihat semua adegan ini?? *cium knalpot panas*

Mas-mas laboran ini bernama Andi dan Rahman. Di hari pertama mereka lemes banget. Udah kayak pacaran 4 tahun lalu tiba-tiba si pacar pergi ninggalin mereka karena mau nikah sama cowo yang lebih cakep, yang dikenalin oleh ibu si cewe tersebut, yang ternyata cowo itu adalah bapak mereka.

Saya agak gak enak melihat mereka lemes begitu. Apa karena bau ketek saya terlalu busuk hingga melemaskan syaraf otak mereka? Tapi setelah saya cek, ga bau-bau banget kok!

Pelan-pelan saya dekati mereka dan tanya apa yang terjadi, akhirnya saya berhasil membuat mereka cerita laksana penonton Indosiar ke Mama Dedeh.

Ternyata salah satu alat yang mereka bawa ke Bali hilang. Alat itu salah satu peralatan untuk menguji kandungan udara. Alatnya gak terlalu berpengaruh ke hasil uji sih. Tanpa alat itu pekerjaan masih bisa jalan. Cuman harganya yang sangat mahal yang bikin mereka kepikiran.

Mereka curiga alatnya hilang pas mereka naikkan ke mobil di parkiran ke bandara, karena alat itu ga mereka masukkan bagasi, tapi ditenteng terus selama perjalanan. Andi dan salah satu teman saya, Adi, selama dua hari berturut-turut terus ngecek bandara nanya ke petugas, kali aja ada yang nemu. Cuman sayangnya hasilnya gak terlalu bagus. Gak ada petugas yang ngaku nemuin.

Kami berencana nanya ke orang pinter. Tapi nyari orang pinter itu gak gampang. Orang yang sok pinter atau ngaku pinter sih banyak, terutama di twitter/facebook.

Salah satu orang pinter yang kami cari jauh – jauh ke rumahnya, sampe rumahnya ternyata orangnya udah meninggal. Lalu nyari orang pinter yang lain, udah otewe ke rumah orang pinternya, si temen yang punya kenalan ngabarin kalo si tukang pinter udah beralih profesi.

Buset dah si tukang pinter pindah profesi jadi apaan?? Sopir Gojek?!

Ketika EKUP udah memasuki hari kedua, pencarian orang pinter kami hentikan dulu dan kembali bekerja. Sambil mengawasi alat uji, Andi konsultasi dengan embahnya di desa. Dia disuruh puasa lalu berbuka dengan menu-menu khusus. Pencarian barang hilang ini makin mistis saja. Horror iya, ketemu kagak.

Lokasi hari kedua, jalan raya Sesetan, malam hari. 2 hari gak ganti baju, cuma ganti celana doang.
Sembari menggalau ria di pinggir jalan sambil nungguin alat ukur udara yang terpasang sejak pagi, kami baru sadar kalau di depan kami di seberang jalan ada mbak-mbak cantik penjaga counter hape. Mbaknya masih muda, kayaknya masih di bawah 23 tahun. Putih, manis, tinggi sekitar 160 cm, tekanan darah 120/80 mmHg. Keresahan tentang alat yang hilang teralihkan sejenak oleh pemikiran untuk kenalan dengan mbak itu.

Kami mencari-cari cara biar bisa kenalan sama mbak itu. Awalnya kami ragu untuk mendekati mbak di seberang jalan. Takutnya pas kami udah di sana, tiba-tiba suaminya nongol dari bawah rak hape, dan menyapa,”Mau nyari apa mas..?” :v

Cara pertama yang terpikirkanuntuk kenalan sama mbak itu adalah ngaku sebagai petugas analisis udara yang butuh data penduduk sekitar sebagai data tambahan, sehingga mbak itu bisa dimodusin untuk tahu nama, nomer hape, status, sekalian diajak selfie.

Cara kedua: nanya ke mbak itu apakah di counternya jualan somay? Kalau enggak ada, dari situ kita bisa lanjut ngobrol.

Akhirnya cara yang jadi dipake adalah beli pulsa beneran. Yang beli adalah mas Rahman. Tanpa basa-basi mas Rahman langsung nanya,”Ini counter punya suaminya ya mbak?”

Si Mbak,”Iya, Mas”.

Ouch! Seketika terdengar suara gelas pecah berantakan dari dalam hati 3 pria yang ada di situ.

Kami pun melanjutkan jagain alat sampai dini hari. Hati yang patah mengingatkan kami kembali kepada alat yang hilang. Sampai hari ketiga pun alat itu masih belum ketemu. Andi dan Rahman mulai mikir-mikir sanksi yang mungkin akan mereka terima. Pemecatan adalah sanksi yang paling realistis. Yang mereka takutkan adalah mereka gak dipecat, atau disuruh ganti rugi, tapi dihukum dengan cara melihat mantan terindah bahagia bersama pacar barunya.

Sampai EKUP selesai alat itu masih gak ketemu.

Di bawah ini adalah kotak alat yang hilang itu. Kalau kalian nemu, bisa hubungi saya.


Kini mas Rahman dan mas Andi udah balik ke Jakarta. Saya balik ngantor seperti biasa. Dan mbak-mbak pejaga counter hidup bahagia bersama suaminya.


3 bukan komentar (biasa):

Nuel Lubis, Author "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" said...

Heran gue. Kok bisa-bisanya tau soal tekanan darah gitu? Lu yang nanya, temen lu yang nanya, atau si mbak-mbak yang ga jelas kasi tau? Hahaha.

Obat Sindrom Nefrotik Alami said...

nemuin orang ciuman ?? haha sabar ya bli..
BTW mudah-mudahan alatnya bisa ketemu ya

momogrosir said...

seru gk lihat live orang ciuman?
hahaha

Post a Comment

Jangan lupa cek twitter saya @tukangcolong
Dan channel YOUTUBE saya di
SINI